Padang, - Setelah gencar disorot dan disuarakan tokoh Nagari Lubuk Kilangan, Verry Mulyadi, akhirnya Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Evi Yandri ikut berbicara terkait persoalan produksi di PT Semen Padang.
Kini Evi Yandri satu suara dengan Verry Mulyadi. Ya, Evi Yandri kini ikut mendesak dilakukan spin off (pemisahan perusahaan. Red) PT Semen Padang dengan Semen Indonesia.
Evi juga meminta pemerintah pusat memberikan bagi hasil dari PT Semen Padang. Karena selama ini Pemprov Sumbar hanya mendapatkan dana hibah.
"Kita harus desak spin off lagi. Karena dengan tanah ulayat yang dikelola oleh Semen Indonesia Group tersebut Sumbar tidak mendapatkan apa-apa, " sebut Evi Yandri, Sabtu (3/12) di Padang.
Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra tersebut menjelaskan sejak berada di bawah Semen Indonesia Group, Semen Padang hanya menjadi unit produksi. Semuanya ditentukan oleh Semen Indonesia.
"Sekarang hanya menjadi unit produksi. Semuanya ditentukan oleh Semen Indonesia. Bahakan, belanja kecil-kecil saja untuk anak nagari harus ditentukan oleh Semen Indonesia, benar-benar dikendalikan dari pusat, "ungkapnnya.
Baca juga:
Wawako Solok Sambut Iskada se-Sumbar
|
Dijelaskannya, sejak menjadi holding Semen Indonesia, PT Semen Padang nyaris tidak memberikan kontribusi langsung pada Sumatera Barat. Pajak semuanya diambil pusat, hanya tinggal pajak galian C.
Begitu juga dengan program kemitraan, yang selama ini bisa membantu UMKM di Sumbar, sekarang juga dihentikan. Sehingga tidak ada lagi UMKM Sumbar yang dibantu Semen Padang dalam program kemitraan yang baru.
"Kalau seperti ini, obatnya hanya spin off, " katanya.
Untuk itu, minimal posisi Sumatera Barat harus mendapatkan porsi bagi hasil. Bagi hasil itu mengingat semua material bahan baku diolah dari tanah ulayat Sumatera Barat.
Selain itu katanya, merujuk dari sejarah pabrik semen tertua di Asia Tenggara tersebut juga hasil perjuangan orang Sumatera Barat untuk mengambil alihnya dari Belanda. Apalagi, perusahaan itu pernah hampir tutup dan menjadi besi tua.
Karena dengan bantuan dari Pemerintah Daerah Sumatera Barat, kemudian perusahaan tersebut dapat kembali beroperasi dengan baik. Bantuan tersebut tidak hanya bentuk dorongan moril, tapi benar-benar menggunakan anggaran Pemprov Sumbar untuk operasional.
"Jasa Pemprov Sumbar pada perusahaan itu jelas dan nyata. Sekarang kenapa tidak memberikan kontribusi langsung. Semuanya ditarik ke pusat. Kalau hanya dana hibah itu berarti pemberian, bukan memposisikan Sumbar ikut memiliki perusahaan itu, " ujarnya heran.
Dorongan itu disampaikannya juga melihat perkembangan terakhir pada perusahaan di Indarung itu. Hanya ada dua pabrik yang beroperasi dari 5 pabrik yang ada. Yakni, pabrik Indarung V dan VI.
Akibatnya hasil produksinya jauh berkurang. Karena pabrik Indarung 2, 3 dan 4 tidak produksi. Sedangkan pabrik Indarung I sudah menjadi museum.(*)